Rabu, 04 Maret 2009

Sapi Gila dalam Makanan Kemasan ?

Pemilu2009 Polkam Ekonomi Sosbud Hukum dan Kriminal Kesehatan Teknologi Mancanegara Nusantara Fiksi Non Fiksi
Fokus Patroli News On TV Extra Horison Teropong Jejak Kasus Hati Nurani Kisi-kisi
Liputan Utama Magic Brain News On Dotcom Extra Sapa Kata Profil Buku Anda Perlu Tahu Cermin Berita Foto lomba cermin 2008 Selera RSS FEED
Kesehatan
9-Oct-2007 11:02:42 WIB
ANDA PERLU TAHU
Sapi Gila dalam Makanan Kemasan ?
Berita HOT:

Akhir-akhir ini, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri, kebutuhan akan daging sapi olahan semakin meningkat. Namun masyarakat merasa diresahkan dengan maraknya penjualan daging sapi olahan yang mengandung penyakit. Sayangnya, 'perburuan' terhadap makanan yang belum terjamin bebas dari penyakit pada saat kebutuhan akan daging meningkat, masih belum terpadu.

Sebagian makanan daging olahan yang mengandung "penyakit", dikemas dalam kalengan. Keberadaannya, mudah ditemukan pada kantung-kantung tempat perbelanjaan, baik swalayan ataupun tradisional. Penyakit yang disinyalir terdapat dalam daging kalengan itu adalah sapi gila. Dan inilah yang menjadi momok ketakutan masyarakat akan penyakit satu ini.

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE) terjadi pada sapi dewasa, yang menyerang sistim syaraf otak dan medulla spinalis dan bersifat fatal (fatal neurological disease). Penyakit ini selain menyerang sapi, juga dapat berjangkit pada manusia dalam bentuk creutzfeldt jakob disease (pengerutan otak) melalui konsumsi daging maupun produk turunan dari sapi yang terinfeksi.

BSE merupakan penyakit yang disebabkan oleh sejenis protein prion (Prion Protein/PrP) dan dikategorikan kedalam golongan Transmissiblle Spongiform Encephalopathy (TSE). Prion, protein (PrP) atau biasa disebut prion adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut bovine spongiform encephalopathy.

Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease ,sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan.

Kemampuannya memperbanyak diri melalui mekanisme yang belum diketahui, cukup mengherankan. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru, sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu.

Gejala yang dimiliki sama, yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy. Bersamaan dengan kondisi itu, gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi yang semakin lama semakin berat dan akhirnya menimbulkan kematian.

Sebenarnya, struktur gene Prion telah ditemukan. Bahwa pada binatang yang terinfeksi maupun pada percobaan inokulasi prion maka akan terjadi penumpukan prion pada jaringan otak. Prion diduga menyebar melalui dan di dalam jaringan saraf. Kesenjangan pengetahuan tentang biologi molekuler prion dan patogenesis penyakit yang disebabkannya, sampai sekarang masih besar dan secara intensif sedang dilakukan penelitian untuk memperkecil kesejangan itu.

Potensi infeksi

Pada tahun 1999, suatu varian baru CJD (vCJD) muncul dan dikaitkan keberadaannya dengan penyakit sapi gila. Meskipun demikian sampai sekarang belum ada bukti yang terdokumentasi bahwa infeksi prion pada manusia terjadi akibat penularan prion dari binatang.

Sampai sekarang hanya manusia yang diyakini sebagai reservoir Creutzfeldt-Jakob Disease. Dalam catatan kepustakaan, penularan CJD dari manusia ke manusia dapat terjadi pada penggunaan alat yang tidak steril dari prion, misalnya pernah dilaporkan pada operasi transplantasi kornea mata, dan penggunaan elektroda perak pada stereotaktik elektroensefalografi.

Di dalam penelitian di laboratorium, jaringan otak, cairan otak dan sumsum tulang belakang yang mengandung prion akan terus menularkan penyakit tersebut apabila diberikan kepada primata dan hewan lainnya.

Penularan prion yang terkait CJD sampai sekarang masih sulit dikontrol melalui sterilisasi karena sifatnya yang tahan terhadap cara-cara sterilisasi biasa termasuk merebus dalam air sampai mendidih, memberikan radiasi ultraviolet, radiasi pengion, alkohol 70%, dan formalin 10%.

Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) dan varian CJD

Gejala CJD diawali perlahan-lahan dengan munculnya kebingungan, kemudian timbul kepikunan yang progresif , lalu timbul kesulitan berjalan.serta gemetaran . Selanjutnya penyakit menyerang dengan cepat dan kematian biasanya terjadi dalam 3 ? 12 bulan, dengan rata-rata 7 bulan.

Penyakit CJD telah dilaporkan oleh berbagai negara di dunia, antara lain Amerika Serikat, Chili, Slovakia dan Israel. Tetapi pada pertengahan tahun 1999 telah dilaporkan lebih dari 40 kasus mirip CJD yang dikenal sebagai variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD) dan hampir semua kasus berasal dari Inggris, negara dimana dalam 10 tahun sebelumnya terjadi wabah BSE yang menimpa ribuan sapi.

Keprihatinan yang timbul disebabkan kemungkinan penularan CJD karena mengkonsumsi daging sapi yang terkena infeksi prion menyebabkan dilakukannya penelitian epidemiologi secara besar-besaran.

Hasil penelitian sampai saat ini menyatakan bahwa varian baru CJD mungkin memang ada. Penyakit itu yang dikenal cebagai vCJD, dilaporkan muncul di Inggris dan beberapa negara Eropa. Akan tetapi sebenarnya CJD dan vCJD adalah dua hal yang berbeda, karena tidak seperti CJD yang menyerang orang-orang usia lanjut (60 - 80 tahun, dan lebih dari 99% menyerang umur lebih dari 35 tahun), vCJD menyerang anak muda (20-30 tahun), di samping itu hasil pemeriksaan elektroensefalografipun berbeda, dan perjalanan penyakit vCJD lebih panjang daripada CJD.

Varian jenis CJD berlangsung 12 - 15 bulan sedangkan CJD hanya 3 - 6 bulan. Dalam eksperimen pada otak tikus, ternyata otak sapi yang sakit dapat menularkan penyakit spongiform encephalopathy yang sama pada tikus. Meskipun demikian belum tentu BSE merupakan penyebab vCJD. Karena meskipun penyakit itu serupa namun banyak perbedaan yang jelas yang mendukung bahwa mungkin vCJD hanyalah suatu varian dari CJD yang ditemukan setelah dilakukan penelitian epidemiologi besar-besaran sehubungan dengan dugaan kemungkinan BSE sebagai penyebab CJD.

Indonesia Bebas BSE

Indonesia sendiri telah bebas BSE. Ini berdasarkan Kep. Mentan No. 367/Kpts/TN.530/12/2002 tentang Pernyataan Negara Indonesia Tetap Bebas Penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) pada tanggal 12 Desember 2002.

Untuk mencegah masuknya penyakit BSE ke Indonesia telah ditempuh beberapa kebijakan sejak terjadinya wabah BSE di dunia antara lain :

* Pelaksanaan Prosedur Importasi Hewan dan Produk Hewan
Sebelum importasi hewan dan produk hewan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pengkajian status hewan di calon negara pengekspor terutama terhadap penyakit hewan yang dikategorikan dalam Daftar-A OIE dan Daftar-B OIE (terutama BSE, karena sifatnya yang menular pada manusia dan belum ditemukan obatnya), diikuti pengkajian analisa resiko importasi serta pengkajian yang menyangkut Sanitary dan Phytosanitary (SPS) melalui MOU dan atau protokol kesehatan hewan.
* Pembatasan Impor melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan yang kemudian dinotifikasikan ke World Trade Organization (WTO), yaitu :
1. Surat Edaran Dirjen Bina Produksi Peternakan No. TN.420/167/D/0496 tanggal 22 April 1996 mengenai penghentian sementara Pemasukan Bahan Asal Ternak Ruminansia dari negara negara Eropa.
2. Surat Edaran Dirjen Bina Produksi Peternakan No. TU210/58/E/01.2001 tanggal 29 Januari 2001 tentang Penghentian sementara Pemasukan Ternak dan Produks Ternak dari negara negara Uni Eropa
3. Surat Edaran Dirjen Bina Produksi Peternakan No. tn.680/35/e/01.2001 tanggal 29 Januari 2001 tentang Penghentian sementara Pemasukan Daging Sapi dari Irlandia
4. Notifikasi ke WTO tanggal 12 Pebruari 2001 tentang Pelarangan sementara pemasukan ternak ruminansia dan produknya yang berasal dari negara - negara Eropa
5. Keputusan Menteri Pertanian No. 445/Kpts/TN.540/7/2002 tanggal 15 Juli 2002 tentang Pelarangan Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya dari negara tertular BSE
* Kebijakan Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung Tulang, Tepung Darah, tepung Tulang dan daging dan Bahan lainnya asal ruminansia sebagai pakan ternak ruminansia melalui Kep. Mentan No. 471/Kpts/530/7/2002 tanggal 30 Juli 2002.
* Melakukan survailans melalui pengamatan gejala klinis syaraf dan pemeriksaan laboratorium di seluruh Indonesia (Balai Penyidikan dan Pengujian Vereriner Regional I s/d VII, Dinas Peternakan, Pos Keswan dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor) sejak tahun 2000 yang mengacu pada standar Badan Kesehatan Hewan Internasional (OIE) dengan hasil hingga sekarang adanya kecurigaan terhadap BSE.
* Penyiapan Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia (KIATVETINDO) BSE.
* Melakukan secara berkesinambungan penilaian resiko BSE yang meliputi kajian-kajian khususnya terhadap importasi MBM dan penelusuran penggunaan MBM, importasi ruminansia, embrio dan oval, surveilans histopatologi, produk tepung tulang, upaya kesiagaan darurat serta peningkatan kepedulian masyarakat (public awareness).
* Surat Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan Nomor 510/2409/DKH/0503 tanggal 22 Mei 2003 perihal Penghentian Sementara Pemasukan Ruminansia dan Produknya dari Kanada.(Bagus Herawan/Indjul)

1 komentar:

  1. Dah lama juga saya tidak dengar istilah sapi gila :)
    Kunjungan balik ke Dus Makanan

    BalasHapus