Jumat, 24 April 2009

HIDUP DENGAN PANGAN TRANSGENIK

Ternyata, selama ini pangan transgenik bebas beredar di pasaran dan menjadi santapan sehari-hari. Mengapa kita sampai tidak menyadarinya?

Pangan transgenik atau GMO (genetically modified organism) adalah penganan yang bahan dasarnya berasal dari organisme hasil rekayasa genetika. Teknologi ini sebenarnya bertujuan mulia, yakni meningkatkan dan menyempurnakan kualitas pangan. Dengan bioteknologi ini, gen dari berbagai sumber dapat dipindahkan ke tanaman yang akan diperbaiki sifatnya.

Gen adalah kumpulan molekul ADN (asam deoksiribonukleat) yang mengatur sifat dan karakter makhluk hidup. Nah, dengan kecanggihan teknologi rekayasa genetika ini, gen dengan karakter tertentu dari sebuah sumber (baik itu tanaman, hewan, atau bakteri) dapat dipindahkan atau dicangkokkan ke sel lain dengan harapan bisa membentuk dan menghasilkan tanaman unggul seperti yang diharapkan.

Sebagai contoh, tomat yang awalnya tidak bisa ditanam di daerah bersuhu rendah direkayasa supaya dapat menjadi tanaman tahan beku dan memiliki musim tumbuh lebih lama. Caranya sungguh unik, yakni dengan "menggunting" gen ikan flounder (ikan yang hidup di daerah es di Arktik) dan "merekatkan" gen tersebut pada buah bulat merah ini. Hasilnya, tomat pun dapat ditanam di segala cuaca. Contoh lain adalah kedelai yang rawan akan hama lantas disisipi bakteri dari tanah yang mampu mengeluarkan pestisida alami. Alhasil, hama yang menyerang kedelai akan mati dengan sendirinya. Ini tentu kabar baik bagi petani, sebab mereka bisa meminimalkan penggunaan pestisida kimia.

Hingga saat ini terdapat ratusan jenis tanaman transgenik. Sebagian besar memang belum dilepas ke pasaran sebab masih dalam penelitian. Namun, hingga tahun 2004 tercatat ada sekitar 24 sampai 30 jenis tanaman hasil rekayasa genetika yang telah dikomersialisasikan. Sebagian produk transgenik yang paling populer, termasuk di Indonesia adalah kapas, kedelai (beserta olahannya seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, dan lain-lain), tomat (beserta olahannya seperti saus, jus, dan lain-lain), jagung (beserta olahannya seperti minyak jagung, keripik, popcorn, dan lain-lain), kanola (beserta olahannya seperti minyak). Produk-produk ini, tanpa disadari masyarakat luas telah beredar bebas di Indonesia dari pasar-pasar tradisional hingga supermarket dan hipermarket.

CATATAN BURUK

Masalahnya, di Indonesia belum ada perangkat untuk mengontrol produk transgenik yang beredar. Alhasil pemerintah belum dapat melakukan kajian untuk menetapkan bahan pangan produk transgenik apa yang boleh dan tidak boleh masuk ke sini dan dikonsumsi manusia. Contohnya, ada bibit kedelai transgenik yang diperuntukkan untuk pakan ternak saja. Bagaimana bila karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian bibit impor ini ditanam lalu hasilnya dikonsumsi oleh kita? Pangan hewan jelas tidak cocok bahkan berbahaya jika dimakan manusia.

Kekhawatiran lain adalah pangan hasil rekayasa genetika ini berisiko mengandung senyawa toksik (racun), alergen (pemicu alergi), dan telah mengalami perubahan nilai gizi. Tak bisa dipungkiri, teknologi ini memang sempat menorehkan catatan buruk di Amerika. Beredarnya suplemen kesehatan transgenik yang mengandung L-tryptophan pada tahun 1989 di negeri Paman Sam mengakibatkan 37 orang meninggal, 1.500 menderita cacat, dan 5.000 orang dirawat di rumah sakit akibat EMS (Eosinophilia-Myalgia Syndrome/sindrom dengan gejala nyeri otot yang parah dan disertai meningkatnya jumlah sel darah putih).

Dalam kasus ini, L-tryptophan dihasilkan dari fermentasi bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Untuk meningkatkan produksi asam aminonya, perusahaan pembuatnya yaitu Showa Denko merekayasa gen bakteri Bacillus amyloliquefaciens tersebut. Pada saat bersamaan perusahaan asal Jepang ini juga mengurangi penggunaan karbon aktif yang diperlukan untuk penyaringan. Ada ahli yang menyatakan, bakteri yang ditransfer mengalami reaksi sampingan, yaitu membentuk senyawa baru yang serupa dengan tryptophan tetapi dampaknya cukup mematikan bagi manusia. Namun ada juga yang mengatakan EMS akibat tryptophan ini diakibatkan proses penyaringan yang tidak sempurna (akibat karbon aktif yang direduksi). Jadi bukan disebabkan penggunaan transgenik bakteri.

Terlepas mana pendapat yang benar, beberapa negara pada akhirnya begitu ketat menyaring produk transgenik melalui serangkaian pengujian. Hasilnya, setiap produk yang dibuat dari bahan transgenik atau olahannya dan dijual ke pasaran, diberi label keterangan kandungan bahan transgenik tersebut.

UJI KEAMANAN

Kasus L-trytophan tersebut tentu bukan untuk menakut-nakuti tapi lebih sebagai pengetuk hati nurani pemerintah agar lebih menyadari pentingnya pengujian keamanan produk pangan transgenik. Seperti yang diutarakan Purwiyatno Hariyadi, PhD, dari Seafast Center IPB-Bogor, "Sebenarnya pangan transgenik yang telah lolos pengujian akan sama amannya dengan produk sejenis yang bukan transgenik/alami."

Untuk itu, proses meloloskan pangan transgenik ke pasaran harusnya tidaklah mudah karena butuh uji keamanan yang panjang. Bahkan, pengujian keamanan produk pangan transgenik ini harus lebih ketat dan serius dibandingkan jenis makanan lain. Misalnya, pangan transgenik harus terbukti tidak mengandung bahan yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen (tidak menyebabkan alergi, tidak mengandung racun), dan harus memiliki gizi yang setara dengan pangan sejenis yang alami.

Ilyani S. Andang, peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, baginya sebenarnya tidak masalah pangan transgenik beredar di masyarakat asalkan produk itu terbukti aman bagi kesehatan dan lingkungan.

Serangkaian uji pangan yang harus dilakukan untuk membuktikan keamanannya, yaitu:

1. Uji alergisitas, untuk mengetahui ada tidaknya zat pemicu alergi.

2. Uji toksisitas untuk melihat adakah racun pada pangan.

3. Uji imunitas apakah pangan itu membahayakan daya tahan tubuh atau tidak.

4. Uji lain yang mendukung.

"Tahapan uji keamanan ini sesuai dengan UU Pangan No. 7/1996, dimana pasal 13 ayat 1 dan 2 mengatur kewajiban produsen untuk menguji keamanan pangan yang dihasilkan proyek rekayasa genetika sebelum diedarkan ke masyarakat. Setelah itu, tentu produk harus diberi label mengandung bahan transgenik atau tidak. Selanjutnya tentu hak konsumen untuk memilih apa yang diinginkan," kata Ilyani.

Purwiyatno pun menyatakan hal sama. "Saya setuju konsumen harus diberi peluang untuk memilih, mau mengonsumsi transgenik atau yang alami. Karena itulah peranan pelabelan pangan menjadi sangat penting."

Kalau sampai saat ini aturan pelabelan tersebut belum bisa terwujud di Indonesia, itu karena belum ada badan yang berwenang menentukan keamanan pangan hasil rekayasa genetika termasuk di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sendiri. "Anehnya, lembaga belum terbentuk namun, kok, produk transgenik sudah dibiarkan bebas beredar di pasaran. Ini yang membuat bingung masyarakat," sesal Ilyani.

Dra. Nining Restu Kurnianingsih, Apt. Dari ULPK BPOM (Unit Layanan Pengaduan Konsumen dari Direktorat Jenderal Badan Pengawas Obat dan Makanan) berargumen bahwa BPOM belum memberikan registrasi pada produk pangan transgenik karena belum ada satu pun produsen yang mengajukan permohonan izin untuk mengedarkan produk pangan tersebut di Indonesia.

Soal isu banyaknya penganan hasil rekayasa genetika yang telah beredar di masyarakat, menurut Nining, sudah ditindaklanjuti oleh BPOM dan hasilnya isu tersebut tidak terbukti kebenarannya. Beberapa produsen produk susu, sereal, serta tempe dan tahu yang dicurigai mengandung bahan-bahan transgenik menurut Nining ternyata mampu menunjukkan sertifikat GMO Free atau bebas transgenik.

Nah, bagaimana ini? Penjelasan yang berkaitan dengan pangan transgenik di halaman berikut semoga dapat membantu konsumen untuk bersikap bijak memilih bahan pangan dan penganan di pasaran.





BAGAIMANA JIKA TAK ADA LABEL?

BPOM harus segera membentuk divisi uji keberadaan dan keamanan produk berbahan transgenik, serta meminta produsennya mencantumkan identifikasi ini.

Membedakan pangan transgenik dan pangan alami dengan mata telanjang jelas sulit. Kecuali jika pangan transgenik tersebut memiliki ciri khas. Sayangnya ciri itu pun belum tentu dapat dikenali seketika, contohnya kita perlu menunggu beberapa hari untuk melihat apakah sebutir tomat tahan busuk atau tidak untuk membuktikan bahwa asalnya adalah bibit transgenik. "Sepengetahuan saya hingga saat ini belum ada cara cepat mendeteksi dan membedakan pangan transgenik dan bukan. Pendeteksian hanya mungkin dilakukan di laboratorium menggunakan metode yang agak rumit yakni dengan teknik analisis PCR (polymerase chain reaction)," ungkap Purwiyatno Hariyadi, PhD, dari Seafast Center IPB-Bogor.

Dengan begitu, satu-satunya cara bagi awam untuk mengenali produk transgenik ini ya dari label pada kemasan produk.

Namun kenyataannya, karena berbagai keterbatasan yang ada di Indonesia, pelabelan ini tidak berjalan mulus. Jadi bagaimana dong kita mengetahuinya?

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memberikan sedikit petunjuk, jika produk-produk dalam daftar berikut ini tidak mencatumkan kandungannya secara eksplisit sebagai bahan organik maka besar kemungkinan produk tersebut adalah penganan hasil rekayasa genetik.

Beberapa bahan makanan yang banyak berasal dari bibit transgenik

* Produk yang terbuat dari kacang kedelai: tepung kedelai, minyak kedelai, tahu, tempe, tauco, susu kedelai, ekstrak sayuran. Atau produk lain yang merupakan turunan kedelai transgenik seperti vitamin E, sereal, es krim, biskuit, roti, permen, makanan gorengan, tepung, saus, dan lain-lain.

* Produk yang terbuat dari jagung: tepung jagung, minyak jagung, pemanis jagung, sirop jagung. Kemudian produk turunan jagung transgenik seperti vitamin C, keripik, es krim, formula bayi, kecap, soda, dan lain-lain.

* Produk yang terbuat dari kentang: keripik kentang, tepung kanji kentang, dan lain-lain.

* Produk yang terbuat dari atau dengan tomat, seperti saus, pasta tomat, pizza, lasagna, dan lainnya.

* Produk susu yang diambil dari sapi yang diberi hormon pertumbuhan sapi transgenik (atau rBGH di AS): seperti susu, keju, mentega, krim asam, yogurt, air dadih, dan produk olahannya.

* Zat-zat aditif yang mungkin berasal dari sumber transgenik, yaitu Lesithin kedelai/lesithin (E322), pewarna karamel (E150), riboflavin (vitamin B2), enzim chymosin (enzim transgenik yang dipakai untuk membuat keju vegetarian, alpha amilase yang digunakan untuk membuat gula putih, dan lain-lain).

PLUS MINUS MAKANAN TRANSGENIK

Penemuan teknologi akan selalu menjadi pisau bermata dua bagi manusia. Di satu sisi mendatangkan manfaat, namun di sisi lain ada risiko yang harus ditanggung bila kita tidak bijak menggunakannya. Seperti apa dampak dan manfaatnya?

DAMPAK & RISIKO

Dampak pangan transgenik pada kesehatan sangat bervariasi pada setiap orang. Sebagian mengeluhkan timbulnya alergi, kelainan darah, gangguan saraf, dan sebagian tidak mengeluhkan apa-apa. Nah, siapakah yang harus lebih waspada dalam mengonsumsi pangan transgenik?

* Anak yang memiliki riwayat alergi. Sangat mungkin bakat alerginya akan terpicu, entah kulit menjadi biduran, gatal-gatal, dan sesak napas.

* Anak dengan kebutuhan khusus. Tidak semua makanan aman dikonsumsi untuk anak dengan gangguan otak, termasuk produk transgenik karena bisa memicu hiperaktivitas atau gangguan lainnya.

* Ibu hamil. Penelitian pada tikus betina hamil yang diberi makan kedelai transgenik menunjukkan, tikus akan melahirkan anak yang terhambat pertumbuhannya dan sebagian lagi mati dalam beberapa minggu. Adanya temuan ini sebaiknya membuat ibu hamil lebih berhati-hati dengan cara tidak mengonsumsi satu jenis makanan dalam jumlah banyak dan terus-menerus serta selalu memvariasikan menu dan bahan makanannya.

* Orang sehat pun tetap harus waspada. Sampai saat ini, belum ada jaminan konsumsi produk pangan transgenik dalam jangka panjang tidak menimbulkan dampak kesehatan meskipun misalnya produk tersebut telah lolos dari serangkaian uji keamanan.

Ipoel

Narasumber:

Ilyani S. Andang,

peneliti YLKI



MANFAAT

Nah, bila ditinjau dari sisi manfaat, tanaman transgenik bisa dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan nutrisi atau komponen gizi yang lebih baik daripada pangan sejenis yang non-transgenik.

Contoh, tomat dan apel transegnik ternyata mengandung zat antioksidan dan antipenyakit degeneratif yang lebih tinggi daripada tomat dan apel biasa. Begitu juga dengan kanola transgenik, minyak yang dihasilkannya akan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih banyak dan baik. Ini tentu sangat baik bagi kesehatan jantung.

Secara umum pun, tanaman transgenik yang telah disetujui untuk pangan terbukti memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap penyakit, ketahanan yang lebih baik terhadap herbisida, memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dan daya simpan yang lebih lama ketimbang tanaman sejenis yang non-transgenik.

Zali

INI DIA PRODUK TRANSGENIK!

YLKI telah melakukan serangkaian penelitian untuk mengetahui apakah produk yang beredar di pasaran mengandung bahan transgenik atau tidak. Setiap tahun, YLKI memperbaharui penemuannya. Boleh jadi ada satu produk yang beberapa tahun lalu ditemukan menggunakan bahan transgenik, kini tidak lagi.

Penelitian terakhir pada 18 Oktober 2005, YLKI bekerja sama dengan PT. Saraswati Indogenetech melakukan serangkaian pengujian. Dilakukan secara kualitatif dengan metode PCR (polymerase chain reaction), dengan batas deteksi 0,05%. Hasil uji menunjukkan, 3 dari 11 sampel yang diuji (27%) memakai bahan hasil rekayasa genetik, yaitu:

1. Keripik kentang Mister Potato, produksi PT. Pasific Food Indonesia. No Depkes BPOM RI ML 255501031081.

2. Keripik kentang Pringles, diimpor oleh PT. Procter & Gamble Home Products Indonesia. No. Depkes BPOM RI ML 362204007321.

3. Tepung jagung Honig Maizena, diimpor oleh Fa. Usahana. No Depkes ML 328002001014.

YLKI juga melakukan serangkaian uji coba pada 2002. Sampel yang diambil merupakan produk pangan turunan kedelai dan jagung. Pengambilan sampel dilakukan secara acak di beberapa supermarket, hipermarket, dan pasar tradisional di Jakarta dengan jumlah sampel 25 (18 pangan turunan kedelai dan 7 pangan turunan jagung). Waktu pengambilan sampel hingga kontak produsen: September ­ Desember 2002. Pengujian dilakukan secara kualitatif dan dengan metode PCR dengan batas deteksi 0,05%. Hasilnya menunjukkan, 10 dari 18 pangan turunan kedelai (55,56%) positif mengandung rekayasa genetika, terdiri atas tahu, tempe, dan susu kedelai. Lalu 1 dari 7 turunan pangan jagung (14,29%) positif mengandung GMO. Sayangnya tidak ada label transgenik/GMO pada produk-produk tersebut.

Ipoel/Sumber: YLKI







=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Produk hasil bioteknologi harus terjaga kehalalannya

Contributed by SYAMSUL
Sunday, 08 June 2008
Direktur LPPOM MUI DIY, Dr Ir Tridoko W Murti, menyatakan terdapat hubungan yang lurus antara larangan agama, manfaat pengharaman, dan perkembangan iptek dalam menguji pangan haram. Dia memaparkan bahwa ajaran manfaat makanan halal dan baik itu saling terkait. Sekecil apa pun zat jika ternyata merugikan manusia, bahan tersebut tetap diharamkan dalam Islam. ''Kemajuan iptek saat ini telah mampu membuktikan cara menguji pangan haram dan mampu mendeteksi keberadaan barang haram tersebut dalam suatu makanan dan minuman,'' kata dia dalam seminar nasional bertema 'Peran Bioteknologi bagi Kesejahteraan Umat', di Fakultas Peternakan UGM. Teknologi pendeteksi itu dikenal dengan nama Polymerase Chain Reaction (PCR). Peneliti Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM, Ir Yuni Erwanto PhD, mengungkapkan aplikasi teknologi PCR amat sensitif dalam mendeteksi bahan yang diharamkan dalam produk pangan dan lainnya. ''Teknik PCR mempunyai kemampuan yang sensitif untuk deteksi keberadaan daging babi dalam daging segar maupun produk daging yang telah dicampur dengan bahan daging lain,'' ujarnya. Karena itu, papar dia, analisis PCR ini dapat juga digunakan secara rutin di laboratorium sebagai metode yang cepat dan praktis. Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono menegaskan, pemerintah cukup serius dalam menjalankan tanggung jawab mengatur dan mengawasi agar produk pangan hasil bioteknologi tetap dapat terjaga kehalalan dan kebaikannya. Untuk itu, pemerintah memberikan rambu-rambu sebagai patokan dalam penentuan halal dan tidaknya produk pangan bioteknologi. Dalam pidato yang disampaikan oleh Inspektur Jenderal Departeman Pertanian, Prof Dr Ir Zaenal Bachruddin MSc, pada acara yang sama, Mentan mengatakan di antara rambu yang harus dipatuhi adalah pangan hasil bioteknologi tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan. Hal ini berlaku pada proses produksi secara fermentasi. Patokan kedua, kata Zaenal Bachruddin, adalah tidak dianjurkan pemanfaatan babi dan segala unsurunsurnya, termasuk dalam gen dari babi untuk rekayasa genetika. ''Yang ketiga, pemanfaatan hewan ternak selain babi dan unsur atau turunannya dibolehkan, sepanjang ternak tersebut disembelih secara Islami.'' Penggunaan etanol, sebagai substrat, senyawa intermediet, solven, dan pengendap, kata Bachruddin, dibolehkan sepanjang konsentrasinya pada produk akhir diupayakan minimal. Anton menjelaskan, pemerintah tidak hanya memperkuat rambu-rambu dan kelembagaan, tapi juga memperkuat kemampuan laboratorium dengan peralatan canggih yang dapat memeriksa kualitas pangan secara lebih cermat dan akurat. Saat ini, pemerintah didukung oleh LPPOM MUI yang berperan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan pangan yang halal dan baik. Karena itu, ia berharap LPPOM MUI ini bertambah kuat dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Beberapa narasumber yang ikut hadir mempresentasikan makalahnya, di antaranya Ketua Majelis DIKTI PP Muhammadiyah, Dr
Chairil Anwar; Direktur Prodi S2 CRCS UGM, Prof Dr Achmad Mursyidi MSc; peneliti dari LIPI, Dr Arief B Witarto; dan Peneliti Lab Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian Universitas Jember, Dr Yuli Witono. (Republika)
apasihbiotek.com http://apasihbiotek.

BIOINFORMATIKA: Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia

Dwi Astuti Aprijani
M. Abdushshomad Elfaizi
Lisensi
Hak Cipta © 2004 oleh M. Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti Aprijani
Silakan menyalin, mengedarkan, dan/atau, memodifikasi bagian dari dokumen –
$Revision: 1.1.0.0 $ – – yang dikarang oleh M. Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti
Aprijani, sesuai dengan ketentuan "GNU Free Documentation License versi 1.1" atau
versi selanjutnya dari FSF (Free Software Foundation); tanpa bagian "Invariant", tanpa
teks "Halaman Judul", dan tanpa teks "Halaman Sampul Belakang". Salinan lengkap dari
lisensi tersebut dapat dilihat di http://www.gnu.org/copyleft/fdl.html. Ketentuan ini
TIDAK berlaku untuk bagian dan/atau kutipan yang bukan dikarang oleh M.
Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti Aprijani.
Abstrak
Bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin biologi molekul,
matematika dan teknik informasi (TI). Ilmu ini didefinisikan sebagai aplikasi dari alat
komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi
molekul. Biologi molekul sendiri juga merupakan bidang interdisipliner, mempelajari
kehidupan dalam level molekul.
Mula-mula bidang kajian ini muncul atas inisiatif para ahli biologi molekul dan
ahli statistik, berdasarkan pola pikir bahwa semua gejala yang ada di alam ini bisa dibuat
secara artificial melalui simulasi dari data-data yang ada. Pada bidang Bioinformatika,
data-data atau tindak-tanduk gejala genetika menjadi inti pembentukan simulasi.
Pada saat ini, Bioinformatika ini mempunyai peranan yang sangat penting,
diantaranya adalah untuk manajemen data-data biologi molekul, terutama sekuen DNA
dan informasi genetika . Perangkat utama Bioinformatika adalah software dan didukung
oleh kesediaan internet.
Bioinformatika mempunyai peluang yang sangat besar untuk berkembang karena
banyak sekali cabang-cabang ilmu yang terkait dengannya. Namun sayangnya di
Indonesia sendiri Bioinformatika masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Di kalangan
peneliti biologi, mungkin hanya para peneliti biologi molekul yang mengikuti
perkembangannya karena keharusan menggunakan perangkat-perangkat Bioinformatika
untuk analisa data. Sementara di kalangan TI --mengingat kuatnya disiplin biologi yang
menjadi pendukungnya-- kajian ini juga masih kurang mendapat perhatian. Paper ini
bertujuan untuk lebih mengenalkan Bioinformatika di kalangan TI dan masyarakat luas.
Keyword: bioinformatika, genom, sekuen, teknik informasi (TI).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejarah
Penetrasi Teknologi Informasi (TI) dalam berbagai disiplin ilmu telah
melipatgandakan perkembangan ilmu bersangkutan. Berbagai kajian baru bermunculan,
sejalan dengan perkembangan TI itu sendiri dan disiplin ilmu yang didukungnya.
Aplikasi TI dalam bidang biologi molekul telah melahirkan bidang Bioinformatika.
Kajian ini semakin penting, sebab perkembangannya telah mendorong kemajuan
bioteknologi di satu sisi, dan pada sisi lain memberi efek domino pada bidang
kedokteran, farmasi, lingkungan dan lainnya.
Kajian baru Bioinformatika ini tak lepas dari perkembangan biologi molekul
modern yang ditandai dengan kemampuan manusia untuk memahami genom, yaitu cetak
biru informasi genetik yang menentukan sifat setiap makhluk hidup yang disandi dalam
bentuk pita molekul DNA (asam deoksiribonukleat). Kemampuan untuk memahami dan
memanipulasi kode genetik DNA ini sangat didukung oleh TI melalui perangkat
perangkat keras maupun lunak. Hal ini bisa dilihat pada upaya Celera Genomics,
perusahaan bioteknologi Amerika Serikat yang melakukan pembacaan sekuen genom
manusia yang secara maksimal memanfaatkan TI sehingga bisa melakukan pekerjaannya
dalam waktu yang singkat (hanya beberapa tahun), dibanding usaha konsorsium lembaga
riset publik AS, Eropa, dan lain-lain, yang memakan waktu lebih dari 10 tahun.
Kelahiran Bioinformatika modern tak lepas dari perkembangan bioteknologi di
era tahun 70-an, dimana seorang ilmuwan AS melakukan inovasi dalam mengembangkan
teknologi DNA rekombinan. Berkat penemuan ini lahirlah perusahaan bioteknologi
pertama di dunia, yaitu Genentech di AS, yang kemudian memproduksi protein hormon
insulin dalam bakteri, yang dibutuhkan penderita diabetes. Selama ini insulin hanya bisa
didapatkan dalam jumlah sangat terbatas dari organ pankreas sapi.
Bioteknologi modern ditandai dengan kemampuan pada manipulasi DNA.
Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein disebut gen. Gen ditranskripsikan menjadi
mRNA, kemudian mRNA ditranslasikan menjadi protein. Protein sebagai produk akhir
bertugas menunjang seluruh proses kehidupan, antara lain sebagai katalis reaksi biokimia
dalam tubuh (disebut enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan
virus, parasit dan lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki
(otot terbentuk dari protein actin, myosin, dan sebagainya) sampai ujung rambut (rambut
tersusun dari protein keratin), dan lain-lain. Arus informasi, DNA -> RNA -> Protein,
inilah yang disebut sentral dogma dalam biologi molekul.
Sekuen DNA satu organisme, yaitu pada sejenis virus yang memiliki kurang lebih
5.000 nukleotida/molekul DNA atau sekitar 11 gen, berhasil dibaca secara menyeluruh
pada tahun 1977. Sekuen seluruh DNA manusia terdiri dari 3 milyar nukleotida yang
menyusun 100.000 gen dapat dipetakan dalam waktu 3 tahun. Saat ini terdapat milyaran
data nukleotida yang tersimpan dalam database DNA, GenBank di AS yang didirikan
tahun 1982. Di Indonesia, ada Lembaga Biologi Molekul Eijkman yang terletak di
Jakarta. Di sini kita bisa membaca sekuen sekitar 500 nukleotida hanya dengan
membayar $15. Trend yang sama juga nampak pada database lain seperti database sekuen
asam amino penyusun protein, database struktur 3D protein, dan sebagainya. Inovasi
teknologi DNA chip yang dipelopori oleh perusahaan bioteknologi AS, Affymetrix di
Silicon Valley telah mendorong munculnya database baru mengenai RNA.
Desakan kebutuhan untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa data-data
biologis dari database DNA, RNA maupun protein inilah yang semakin memacu
perkembangan kajian Bioinformatika.
1.2. Contoh-contoh Penggunaan
1.2.1. Bioinformatika dalam Bidang Klinis
Bioinformatika dalam bidang klinis sering disebut sebagai informatika klinis
(clinical informatics). Aplikasi dari informatika klinis ini berbentuk manajemen data-data
klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh
Clement J. McDonald dari Indiana University School of Medicine pada tahun 1972.
McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula
(diabetes). Sekarang EMR ini telah diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang
disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto
rontgen, ukuran detak jantung, dan lain lain. Dengan data ini dokter akan bisa
menentukan obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu dan lebih jauh lagi, dengan
dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetik
seseorang, sehingga penanganan terhadap pasien menjadi lebih akurat.
1.2.2. Bioinformatika untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru
Bioinformatika juga menyediakan tool yang sangat penting untuk identifikasi
agent penyakit yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yang
muncul dalam dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat adalah SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome).
Pada awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus influenza karena
gejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi ternyata dugaan ini salah
karena virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkirakan lain penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari beberapa pasien. Tapi perkiraan ini
juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari sebagian besar pasien SARS terisolasi virus
Corona jika dilihat dari morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari
hasil analisa dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah
berubah (mutasi) dari virus Corona yang ada selama ini.
Dalam rentetan proses ini, Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama
pada proses pembacaan genom virus Corona. Karena di database seperti GenBank,
EMBL (European Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan)
sudah tersedia data sekuen beberapa virus Corona, yang bisa digunakan untuk mendisain
primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA virus SARS ini. Software untuk
mendisain primer juga tersedia, baik yang gratis maupun yang komersial. Contoh yang
gratis adalah Webprimer yang disediakan oleh Stanford Genomic Resources
(http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang
disediakan oleh Cybergene AB (http://www.cybergene.se/primerdisain/genewalker), dan
lain sebagainya. Untuk yang komersial ada Primer Disainer yang dikembangkan oleh
Scientific & Education Software, dan software-software untuk analisa DNA lainnya
seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.), Genetyx
(GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dan lain lain.
Kedua pada proses mencari kemiripan sekuen (homology alignment) virus yang
didapatkan dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom
virus Corona penyebab SARS berbeda dengan virus Corona lainnya. Perbedaan ini
diketahui dengan menggunakan homology alignment dari sekuen virus SARS.
Selanjutnya, Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus
berbeda dengan virus lainnya.
1.2.3. Bioinformatika untuk Diagnosa Penyakit Baru
Untuk menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat
dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk
pemberian obat dan perawatan yang tepat bagi pasien.
Ada beberapa cara untuk mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent
penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan
dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen
dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Teknik yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini
sederhana, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah disain primer untuk
amplifikasi DNA, yang memerlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan
dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Disinilah Bioinformatika memainkan
peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse
transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan menggunakan
enzim reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Reverse
transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR.
Teknik PCR ini bersifat kualitatif, oleh sebab itu sejak beberapa tahun yang lalu
dikembangkan teknik lain, yaitu Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real
Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga
bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan
probe yang harus didisain sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga
diperlukan software atau program Bioinformatika.
1.2.4. Bioinformatika untuk Penemuan Obat
Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa
yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena
perkembangbiakan agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor
inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk
perkembangbiakan suatu agent Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa struktur
dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang
dapat menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa struktur dan fungsi enzim ini dilakukan dengan cara mengganti asam
amino tertentu dan menguji efeknya. Analisa penggantian asam amino ini dahulu
dilakukan secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika
berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik
data sekuen asam amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT
(http://www.ebi.ac.uk/swissprot/) maupun struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data
Bank (PDB) (http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang
baru ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan
asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan kestabilan enzim tersebut.
Setelah asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan enzim
tersebut ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat berinteraksi
dengan asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur
3D suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk senyawa
yang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan demikian, kita cukup
mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat terhadap suatu
penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan. Cara ini dinamakan “docking” dan telah
banyak digunakan oleh perusahaan farmasi untuk penemuan obat baru.
Meskipun dengan Bioinformatika ini dapat diperkirakan senyawa yang
berinteraksi dan menekan fungsi suatu enzim, namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu
melalui eksperimen di laboratorium. Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses
ini bisa dilakukan lebih cepat sehingga lebih efisien baik dari segi waktu maupun
finansial.
Tahun 1997, Ian Wilmut dari Roslin Institute dan PPL Therapeutics Ltd,
Edinburgh, Skotlandia, berhasil mengklon gen manusia yang menghasilkan faktor IX
(faktor pembekuan darah), dan memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri
yang selnya mengandung gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang
mengandung faktor pembekuan darah. Jika berhasil diproduksi dalam jumlah banyak
maka faktor IX yang diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk membantu para
penderita hemofilia.
BAB II
PENGERTIAN DAN CABANG-CABANG ILMU
BIOINFORMATIKA
Pada bagian pendahuluan kita telah diberikan gambaran sekilas mengenai
perkembangan dan apa yang dapat diberikan oleh Bioinformatika. Bagian berikut ini
akan membahas lebih detail tentang Bioinformatika.
Secara umum, Bioinformatika dapat digambarkan sebagai: segala bentuk
penggunaan komputer dalam menangani informasi-informasi biologi.
Dalam prakteknya, definisi yang digunakan oleh kebanyakan orang bersifat lebih
terperinci. Bioinformatika menurut kebanyakan orang adalah satu sinonim dari komputasi
biologi molekul (penggunaan komputer dalam menandai karakterisasi dari komponenkomponen
molekul dari makhluk hidup).
2.1. Pengertian Secara Khusus
2.1.1. Bioinformatika "klasik"
Sebagian besar ahli Biologi mengistilahkan ‘mereka sedang melakukan
Bioinformatika’ ketika mereka sedang menggunakan komputer untuk menyimpan,
melihat atau mengambil data, menganalisa atau memprediksi komposisi atau struktur dari
biomolekul. Ketika kemampuan komputer menjadi semakin tinggi maka proses yang
dilakukan dalam Bioinformatika dapat ditambah dengan melakukan simulasi. Yang
termasuk biomolekul diantaranya adalah materi genetik dari manusia --asam nukleat--
dan produk dari gen manusia, yaitu protein. Hal-hal diataslah yang merupakan bahasan
utama dari Bioinformatika "klasik", terutama berurusan dengan analisis sekuen (sequence
analysis).
Definisi Bioinformatika menurut Fredj Tekaia dari Institut Pasteur
[TEKAIA2004] adalah: "metode matematika, statistik dan komputasi yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah-masalah biologi dengan menggunakan sekuen DNA dan
asam amino dan informasi-informasi yang terkait dengannya."
Dari sudut pandang Matematika, sebagian besar molekul biologi mempunyai sifat
yang menarik, yaitu molekul-molekul tersebut adalah polymer; rantai-rantai yang
tersusun rapi dari modul-modul molekul yang lebih sederhana, yang disebut monomer.
Monomer dapat dianalogikan sebagai bagian dari bangunan, dimana meskipun bagianbagian
tersebut berbeda warna dan bentuk, namun semua memiliki ketebalan yang sama
dan cara yang sama untuk dihubungkan antara yang satu dengan yang lain.
Monomer yang dapat dikombinasi dalam satu rantai ada dalam satu kelas umum
yang sama, namun tiap jenis monomer dalam kelas tersebut mempunyai karakteristik
masing-masing yang terdefinisi dengan baik.
Beberapa molekul-molekul monomer dapat digabungkan bersama membentuk
sebuah entitas yang berukuran lebih besar, yang disebut macromolecule. Macromolecule
dapat mempunyai informasi isi tertentu yang menarik dan sifat-sifat kimia tertentu.
Berdasarkan skema di atas, monomer-monomer tertentu dalam macromolecule
dari DNA dapat diperlakukan secara komputasi sebagai huruf-huruf dari alfabet, yang
diletakkan dalam sebuah aturan yang telah diprogram sebelumnya untuk membawa pesan
atau melakukan kerja di dalam sel.
Proses yang diterangkan di atas terjadi pada tingkat molekul di dalam sel. Salah
satu cara untuk mempelajari proses tersebut selain dengan mengamati dalam
laboratorium biologi yang sangat khusus adalah dengan menggunakan Bioinformatika
sesuai dengan definisi "klasik" yang telah disebutkan di atas.
2.1.2. Bioinformatika "baru"
Salah satu pencapaian besar dalam metode Bioinformatika adalah selesainya
proyek pemetaan genom manusia (Human Genome Project). Selesainya proyek raksasa
tersebut menyebabkan bentuk dan prioritas dari riset dan penerapan Bioinformatika
berubah. Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek tersebut membawa perubahan
besar pada sistem hidup kita, sehingga sering disebutkan --terutama oleh ahli biologi--
bahwa kita saat ini berada di masa pascagenom.
Selesainya proyek pemetaan genom manusia ini membawa beberapa perubahan
bagi Bioinformatika, diantaranya:
Setelah memiliki beberapa genom yang utuh maka kita dapat mencari perbedaan
dan persamaan di antara gen-gen dari spesies yang berbeda. Dari studi perbandingan
antara gen-gen tersebut dapat ditarik kesimpulan tertentu mengenai spesies-spesies dan
secara umum mengenai evolusi. Jenis cabang ilmu ini sering disebut sebagai
perbandingan genom (comparative genomics).
Sekarang ada teknologi yang didisain untuk mengukur jumlah relatif dari
kopi/cetakan sebuah pesan genetik (level dari ekspresi genetik) pada beberapa tingkatan
yang berbeda pada perkembangan atau penyakit atau pada jaringan yang berbeda.
Teknologi tersebut, contohnya seperti DNA microarrays akan semakin penting.
Akibat yang lain, secara langsung, adalah cara dalam skala besar untuk
mengidentifikasi fungsi-fungsi dan keterkaitan dari gen (contohnya metode yeast twohybrid)
akan semakin tumbuh secara signifikan dan bersamanya akan mengikuti
Bioinformatika yang berkaitan langsung dengan kerja fungsi genom (functional
genomics).
Akan ada perubahan besar dalam penekanan dari gen itu sendiri ke hasil-hasil dari
gen. Yang pada akhirnya akan menuntun ke: usaha untuk mengkatalogkan semua
aktivitas dan karakteristik interaksi antara semua hasil-hasil dari gen (pada manusia) yang
disebut proteomics; usaha untuk mengkristalisasi dan memprediksikan struktur-struktur
dari semua protein (pada manusia) yang disebut structural genomics.
Apa yang disebut orang sebagai research informatics atau medical informatics,
manajemen dari semua data eksperimen biomedik yang berkaitan dengan molekul atau
pasien tertentu --mulai dari spektroskop massal, hingga ke efek samping klinis-- akan
berubah dari semula hanya merupakan kepentingan bagi mereka yang bekerja di
perusahaan obat-obatan dan bagian TI Rumah Sakit akan menjadi jalur utama dari biologi
molekul dan biologi sel, dan berubah jalur dari komersial dan klinikal ke arah akademis.
Dari uraian di atas terlihat bahwa Bioinformatika sangat mempengaruhi
kehidupan manusia, terutama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Penggunaan
komputer yang notabene merupakan salah satu keahlian utama dari orang yang bergerak
dalam TI merupakan salah satu unsur utama dalam Bioinformatika, baik dalam
Bioinformatika "klasik" maupun Bioinformatika "baru".
2.2. Cabang-cabang yang Terkait dengan Bioinformatika
Dari pengertian Bioinformatika baik yang klasik maupun baru, terlihat banyak
terdapat cabang-cabang disiplin ilmu yang terkait dengan Bioinformatika --terutama
karena Bioinformatika itu sendiri merupakan suatu bidang interdisipliner--. Hal tersebut
menimbulkan banyak pilihan bagi orang yang ingin mendalami Bioinformatika. Di
bawah ini akan disebutkan beberapa bidang yang terkait dengan Bioinformatika.
2.2.1. Biophysics
Biologi molekul sendiri merupakan pengembangan yang lahir dari biophysics.
Biophysics adalah sebuah bidang interdisipliner yang mengaplikasikan teknik-teknik dari
ilmu Fisika untuk memahami struktur dan fungsi biologi (British Biophysical Society).
Sesuai dengan definisi di atas, bidang ini merupakan suatu bidang yang luas.
Namun secara langsung disiplin ilmu ini terkait dengan Bioinformatika karena
penggunaan teknik-teknik dari ilmu Fisika untuk memahami struktur membutuhkan
penggunaan TI.
2.2.2. Computational Biology
Computational biology merupakan bagian dari Bioinformatika (dalam arti yang
paling luas) yang paling dekat dengan bidang Biologi umum klasik. Fokus dari
computational biology adalah gerak evolusi, populasi, dan biologi teoritis daripada
biomedis dalam molekul dan sel. Tak dapat dielakkan bahwa Biologi Molekul cukup
penting dalam computational biology, namun itu bukanlah inti dari disiplin ilmu ini. Pada
penerapan computational biology, model-model statistika untuk fenomena biologi lebih
disukai dipakai dibandingkan dengan model sebenarnya. Dalam beberapa hal cara
tersebut cukup baik mengingat pada kasus tertentu eksperimen langsung pada fenomena
biologi cukup sulit.
Tidak semua dari computational biology merupakan Bioinformatika, seperti
contohnya Model Matematika bukan merupakan Bioinformatika, bahkan meskipun
dikaitkan dengan masalah biologi.
2.2.3. Medical Informatics
Menurut Aamir Zakaria [ZAKARIA2004] Pengertian dari medical informatics
adalah "sebuah disiplin ilmu yang baru yang didefinisikan sebagai pembelajaran,
penemuan, dan implementasi dari struktur dan algoritma untuk meningkatkan
komunikasi, pengertian dan manajemen informasi medis."
Medical informatics lebih memperhatikan struktur dan algoritma untuk
pengolahan data medis, dibandingkan dengan data itu sendiri. Disiplin ilmu ini, untuk
alasan praktis, kemungkinan besar berkaitan dengan data-data yang didapatkan pada level
biologi yang lebih "rumit" --yaitu informasi dari sistem-sistem superselular, tepat pada
level populasi—di mana sebagian besar dari Bioinformatika lebih memperhatikan
informasi dari sistem dan struktur biomolekul dan selular.
2.2.4. Cheminformatics
Cheminformatics adalah kombinasi dari sintesis kimia, penyaringan biologis, dan
pendekatan data-mining yang digunakan untuk penemuan dan pengembangan obat
(Cambridge Healthech Institute's Sixth Annual Cheminformatics conference). Pengertian
disiplin ilmu yang disebutkan di atas lebih merupakan identifikasi dari salah satu aktivitas
yang paling populer dibandingkan dengan berbagai bidang studi yang mungkin ada di
bawah bidang ini.
Salah satu contoh penemuan obat yang paling sukses sepanjang sejarah adalah
penisilin, dapat menggambarkan cara untuk menemukan dan mengembangkan obatobatan
hingga sekarang --meskipun terlihat aneh--. Cara untuk menemukan dan
mengembangkan obat adalah hasil dari kesempatan, observasi, dan banyak proses kimia
yang intensif dan lambat. Sampai beberapa waktu yang lalu, disain obat dianggap harus
selalu menggunakan kerja yang intensif, proses uji dan gagal (trial-error process).
Kemungkinan penggunaan TI untuk merencanakan secara cerdas dan dengan
mengotomatiskan proses-proses yang terkait dengan sintesis kimiawi dari komponenkomponen
pengobatan merupakan suatu prospek yang sangat menarik bagi ahli kimia
dan ahli biokimia. Penghargaan untuk menghasilkan obat yang dapat dipasarkan secara
lebih cepat sangatlah besar, sehingga target inilah yang merupakan inti dari
cheminformatics.
Ruang lingkup akademis dari cheminformatics ini sangat luas. Contoh bidang
minatnya antara lain: Synthesis Planning, Reaction and Structure Retrieval, 3-D
Structure Retrieval, Modelling, Computational Chemistry, Visualisation Tools and
Utilities.
2.2.5. Genomics
Genomics adalah bidang ilmu yang ada sebelum selesainya sekuen genom,
kecuali dalam bentuk yang paling kasar. Genomics adalah setiap usaha untuk
menganalisa atau membandingkan seluruh komplemen genetik dari satu spesies atau
lebih. Secara logis tentu saja mungkin untuk membandingkan genom-genom dengan
membandingkan kurang lebih suatu himpunan bagian dari gen di dalam genom yang
representatif.
2.2.6. Mathematical Biology
Mathematical biology lebih mudah dibedakan dengan Bioinformatika daripada
computational biology dengan Bioinformatika. Mathematical biology juga menangani
masalah-masalah biologi, namun metode yang digunakan untuk menangani masalah
tersebut tidak perlu secara numerik dan tidak perlu diimplementasikan dalam software
maupun hardware. Bahkan metode yang dipakai tidak perlu "menyelesaikan" masalah
apapun; dalam mathematical biology bisa dianggap beralasan untuk mempublikasikan
sebuah hasil yang hanya menyatakan bahwa suatu masalah biologi berada pada kelas
umum tertentu.
Menurut Alex Kasman [KASMAN2004] Secara umum mathematical biology
melingkupi semua ketertarikan teoritis yang tidak perlu merupakan sesuatu yang
beralgoritma, dan tidak perlu dalam bentuk molekul, dan tidak perlu berguna dalam
menganalisis data yang terkumpul.
2.2.7. Proteomics
Istilah proteomics pertama kali digunakan untuk menggambarkan himpunan dari
protein-protein yang tersusun (encoded) oleh genom. Ilmu yang mempelajari proteome,
yang disebut proteomics, pada saat ini tidak hanya memperhatikan semua protein di
dalam sel yang diberikan, tetapi juga himpunan dari semua bentuk isoform dan
modifikasi dari semua protein, interaksi diantaranya, deskripsi struktural dari proteinprotein
dan kompleks-kompleks orde tingkat tinggi dari protein, dan mengenai masalah
tersebut hampir semua pasca genom.
Michael J. Dunn [DUNN2004], Pemimpin Redaksi dari Proteomics
mendefiniskan kata "proteome" sebagai: "The PROTEin complement of the genOME".
Dan mendefinisikan proteomics berkaitan dengan: "studi kuantitatif dan kualitatif dari
ekspresi gen di level dari protein-protein fungsional itu sendiri". Yaitu: "sebuah
antarmuka antara biokimia protein dengan biologi molekul".
Mengkarakterisasi sebanyak puluhan ribu protein-protein yang dinyatakan dalam
sebuah tipe sel yang diberikan pada waktu tertentu --apakah untuk mengukur berat
molekul atau nilai-nilai isoelektrik protein-protein tersebut-- melibatkan tempat
penyimpanan dan perbandingan dari data yang memiliki jumlah yang sangat besar, tak
terhindarkan lagi akan memerlukan Bioinformatika.
2.2.8. Pharmacogenomics
Pharmacogenomics adalah aplikasi dari pendekatan genomik dan teknologi pada
identifikasi dari target-target obat. Contohnya meliputi menjaring semua genom untuk
penerima yang potensial dengan menggunakan cara Bioinformatika, atau dengan
menyelidiki bentuk pola dari ekspresi gen di dalam baik patogen maupun induk selama
terjadinya infeksi, atau maupun dengan memeriksa karakteristik pola-pola ekspresi yang
ditemukan dalam tumor atau contoh dari pasien untuk kepentingan diagnosa
(kemungkinan untuk mengejar target potensial terapi kanker).
Istilah pharmacogenomics digunakan lebih untuk urusan yang lebih "trivial" --
tetapi dapat diargumentasikan lebih berguna-- dari aplikasi pendekatan Bioinformatika
pada pengkatalogan dan pemrosesan informasi yang berkaitan dengan ilmu Farmasi dan
Genetika, untuk contohnya adalah pengumpulan informasi pasien dalam database.
2.2.9. Pharmacogenetics
Tiap individu mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap berbagai pengaruh
obat; sebagian ada yang positif, sebagian ada yang sedikit perubahan yang tampak pada
kondisi mereka dan ada juga yang mendapatkan efek samping atau reaksi alergi.
Sebagian dari reaksi-reaksi ini diketahui mempunyai dasar genetik. Pharmacogenetics
adalah bagian dari pharmacogenomics yang menggunakan metode
genomik/Bioinformatika untuk mengidentifikasi hubungan-hubungan genomik,
contohnya SNP (Single Nucleotide Polymorphisms), karakteristik dari profil respons
pasien tertentu dan menggunakan informasi-informasi tersebut untuk memberitahu
administrasi dan pengembangan terapi pengobatan. Secara menakjubkan pendekatan
tersebut telah digunakan untuk "menghidupkan kembali" obat-obatan yang sebelumnya
dianggap tidak efektif, namun ternyata diketahui manjur pada sekelompok pasien
tertentu. Disiplin ilmu ini juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan dosis kemoterapi
pada pasien-pasien tertentu.
Gambaran dari sebagian bidang-bidang yang terkait dengan Bioinformatika di
atas memperlihatkan bahwa Bioinformatika mempunyai ruang lingkup yang sangat luas
dan mempunyai peran yang sangat besar dalam bidangnya. Bahkan pada bidang
pelayanan kesehatan Bioinformatika menimbulkan disiplin ilmu baru yang menyebabkan
peningkatan pelayanan kesehatan.
BAB III
TEKNOLOGI DAN PENERAPAN BIOINFORMATIKA
3.1. Program-program Bioinformatika
Sehari-harinya bionformatika dikerjakan dengan menggunakan program pencari
sekuen (sequence search) seperti BLAST, program analisa sekuen (sequence analysis)
seperti EMBOSS dan paket Staden, program prediksi struktur seperti THREADER atau
PHD atau program imaging/modelling seperti RasMol dan WHATIF.
Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa telah banyak program pendukung
yang mudah di akses dan dipelajari untuk menggunakan Bioinformatika
3.2. Teknologi Bioinformatika Secara Umum
Pada saat ini banyak pekerjaan Bioinformatika berkaitan dengan teknologi
database. Penggunaan database ini meliputi baik tempat penyimpanan database "umum"
seperti GenBank atau PDB maupun database "pribadi", seperti yang digunakan oleh grup
riset yang terlibat dalam proyek pemetaan gen atau database yang dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan bioteknologi. Konsumen dari data Bioinformatika menggunakan
platform jenis komputer dalam kisaran: mulai dari mesin UNIX yang lebih canggih dan
kuat yang dimiliki oleh pengembang dan kolektor hingga ke mesin Mac yang lebih
bersahabat yang sering ditemukan menempati laboratorium ahli biologi yang tidak suka
komputer.
Database dari sekuen data yang ada dapat digunakan untuk mengidentifikasi
homolog pada molekul baru yang telah dikuatkan dan disekuenkan di laboratorium. Dari
satu nenek moyang mempunyai sifat-sifat yang sama, atau homology, dapat menjadi
indikator yang sangat kuat di dalam Bioinformatika.
Setelah informasi dari database diperoleh, langkah berikutnya adalah menganalisa
data. Pencarian database umumnya berdasarkan pada hasil alignment / pensejajaran
sekuen, baik sekuen DNA maupun protein. Kegunaan dari pencarian ini adalah ketika
mendapatkan suatu sekuen DNA/protein yang belum diketahui fungsinya maka dengan
membandingkannya dengan yang ada dalam database bisa diperkirakan fungsi
daripadanya. Salah satu perangkat lunak pencari database yang paling berhasil dan bisa
dikatakan menjadi standar sekarang adalah BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
yang merupakan program pencarian kesamaan yang didisain untuk mengeksplorasi
semua database sekuen yang diminta, baik itu berupa DNA atau protein. Program
BLAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan di antara sekuen yang hanya
berbagi daerah tertentu yang memiliki kesamaan. Di bawah ini diberikan contoh beberapa
alamat situs yang berguna untuk bidang biologi molekul dan genetika:
Deskripsi Alamat
National Center for
Biotechnology Information
GenBank (NIH Genetic Sequence
Database)
European Molecular Biology
Laboratory Nucleotide Sequence
Protein Information Resource
Protein Data Bank
Restriction Enzyme Database
National Center for Genome
Research (NCGR)
GeneMark
Biotechnology Industry
Organization (BIO)
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Web/Genbank/index/html
http://www.ebi.ac.uk/ebi_docs/embl_db.html
http://www.nbrf.georgetown.edu/pir
http://www.pdb.bnl.gov/
http://www.neb.com/rebase/rebase.html
http://www.ncgr.org/gpi/
http://www.dixie.biology.gatech.edu/GeneMark/eukhmm.cgi
http://www.bio.org
Data yang memerlukan analisa Bioinformatika dan mendapat banyak perhatian
saat ini adalah data hasil DNA chip. Dengan perangkat ini dapat diketahui kuantitas dan
kualitas transkripsi satu gen sehingga bisa menunjukkan gen-gen apa saja yang aktif
terhadap perlakuan tertentu, misalnya timbulnya kanker, dan lain-lain.
BAB IV
KONDISI DAN PENERAPAN BIOINFORMATIKA
DI INDONESIA
4.1. Kondisi Bioinformatika di Indonesia
Di Indonesia, Bioinformatika masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini
dapat dimaklumi karena penggunaan komputer sebagai alat bantu belum merupakan
budaya. Bahkan di kalangan peneliti sendiri, barangkali hanya para peneliti biologi
molekul yang sedikit banyak mengikuti perkembangannya karena keharusan
menggunakan perangkat-perangkat Bioinformatika untuk analisa data. Sementara di
kalangan TI masih kurang mendapat perhatian.
Ketersediaan database dasar (DNA, protein) yang bersifat terbuka/gratis
merupakan peluang besar untuk menggali informasi berharga daripadanya. Database
genom manusia sudah disepakati akan bersifat terbuka untuk seluruh kalangan, sehingga
dapat digali/diketahui kandidat-kandidat gen yang memiliki potensi kedokteran/farmasi.
Dari sinilah Indonesia dapat ikut berperan mengembangkan Bioinformatika. Kerjasama
antara peneliti bioteknologi yang memahami makna biologis data tersebut dengan praktisi
TI seperti programmer, dan sebagainya akan sangat berperan dalam kemajuan
Bioinformatika Indonesia nantinya.
4.2. Penerapan Bioinformatika di Indonesia
Sebagai kajian yang masih baru, Indonesia seharusnya berperan aktif dalam
mengembangkan Bioinformatika ini. Paling tidak, sebagai tempat tinggal lebih dari 300
suku bangsa yang berbeda akan menjadi sumber genom, karena besarnya variasi
genetiknya. Belum lagi variasi species flora maupun fauna yang berlimpah.
Memang ada sejumlah pakar yang telah mengikuti perkembangan Bioinformatika
ini, misalnya para peneliti dalam Lembaga Biologi Molekul Eijkman. Mereka cukup
berperan aktif dalam memanfaatkan kajian Bioinformatika. Bahkan, lembaga ini telah
memberikan beberapa sumbangan cukup berarti, antara lain:
4.2.1. Deteksi Kelainan Janin
Lembaga Biologi Molekul Eijkman bekerja sama dengan Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo sejak November 2001 mengembangkan klinik genetik untuk mendeteksi
secara dini sejumlah penyakit genetik yang menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik
maupun retardasi mental seperti antara lain, talasemia dan sindroma down. Kelainan ini
bisa diperiksa sejak janin masih berusia beberapa minggu.
Talasemia adalah penyakit keturunan di mana tubuh kekurangan salah satu zat
pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga mengalami anemia berat dan perlu transfusi darah
seumur hidup. Sedangkan sindroma down adalah kelebihan jumlah untaian di kromosom
21 sehingga anak tumbuh dengan retardasi mental, kelainan jantung, pendengaran dan
penglihatan buruk, otot lemah serta kecenderungan menderita kanker sel darah putih
(leukemia).
Dengan mengetahui sejak dini, pasangan yang hendak menikah, atau pasangan
yang salah satunya membawa kelainan kromosom, atau pasangan yang mempunyai anak
yang menderita kelainan kromosom, atau penderita kelainan kromosom yang sedang
hamil, atau ibu yang hamil di usia tua bisa memeriksakan diri dan janin untuk
memastikan apakah janin yang dikandung akan menderita kelainan kromosom atau tidak,
sehingga mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan apakah kehamilan akan
diteruskan atau tidak setelah mendapat konseling genetik tentang berbagai kemungkinan
yang akan terjadi.
Di bidang talasemia, Eijkman telah memiliki katalog 20 mutasi yang mendasari
talasemia beta di Indonesia, 10 di antaranya sering terjadi. Lembaga ini juga mempunyai
informasi cukup mengenai spektrum mutasi di berbagai suku bangsa yang sangat
bervariasi. Talasemia merupakan penyakit genetik terbanyak di dunia termasuk di
Indonesia.
4.2.2. Pengembangan Vaksin Hepatitis B Rekombinan
Lembaga Biologi Molekul Eijkman bekerja sama dengan PT Bio Farma (BUMN
Departemen Kesehatan yang memproduksi vaksin) sejak tahun 1999 mengembangkan
vaksin Hepatitis B rekombinan, yaitu vaksin yang dibuat lewat rekayasa genetika. Selain
itu Lembaga Eijkman juga bekerja sama dengan PT Diagnosia Dipobiotek untuk
mengembangkan kit diagnostik.
4.2.3. Meringankan Kelumpuhan dengan Rekayasa RNA
Kasus kelumpuhan distrofi (Duchenne Muscular Dystrophy) yang menurun kini
dapat dikurangi tingkat keparahannya dengan terapi gen. Kelumpuhan ini akibat
ketidaknormalan gen distrofin pada kromosom X sehingga hanya diderita anak laki-laki.
Diperkirakan satu dari 3.500 pria di dunia mengalami kelainan ini.
Dengan memperbaiki susunan ekson atau bagian penyusun RNA gen tersebut
pada hewan percobaan tikus, terbukti mengurangi tingkat kelumpuhan saat
pertumbuhannya menjadi dewasa.
Gen distrofin pada kasus kelumpuhan paling sering disebabkan oleh delesi atau
hilangnya beberapa ekson pada gen tersebut. Normalnya pada gen atau DNA distrofin
terdapat 78 ekson. Diperkirakan 65 persen pasien penderita DMD mengalami delesi
dalam jumlah besar dalam gen distrofinnya. Kasus kelumpuhan ini dimulai pada otot
prosima seperti pangkal paha dan betis. Dengan bertambahnya usia kelumpuhan akan
meluas pada bagian otot lainnya hingga ke leher. Karena itu dalam kasus kelumpuhan
yang berlanjut dapat berakibat kematian.
Teknologi rekayasa RNA seperti proses penyambungan (slicing) ekson dalam
satu rangkaian terbukti dapat mengoreksi mutasi DMD. Bila bagian ekson yang masih
ada disambung atau disusun ulang, terjadi perubahan asam amino yang membentuk
protein. Molekul RNA mampu mengenali molekul RNA lainnya dan melekat dengannya.
BAB V
KESIMPULAN
Bioinformatika adalah teknologi pengumpulan, penyimpanan, analisis,
interpretasi, penyebaran dan aplikasi dari data-data biologi molekul. Perangkat utama
Bioinformatika adalah software dan didukung oleh kesediaan internet dan server World
Wide Web (WWW).
Dengan Bioinformatika, data-data yang dihasilkan dari proyek genom dapat
disimpan dengan teratur dalam waktu yang singkat dengan tingkat akurasi yang tinggi
serta sekaligus dianalisa dengan program-program yang dibuat untuk tujuan tertentu.
Sebaliknya Bioinformatika juga mempercepat penyelesaian proyek genom karena
Bioinformatika memberikan program-program yang diperlukan untuk proses pembacaan
genom ini.
Dalam dunia kedokteran, keberhasilan proyek genom ini membuka kemungkinan
luas untuk menangani berbagai penyakit genetik serta memprediksi resiko terkena
penyakit genetik. Juga dapat digunakan untuk mengetahui respon tubuh terhadap obat
sehingga efektivitas pengobatan bisa ditingkatkan.
Karena Bioinformatika merupakan suatu bidang interdisipliner, maka
Bioinformatika juga tidak bisa berdiri sendiri dan harus didukung oleh disiplin ilmu lain
yang mengakibatkan saling bantu dan saling menunjang sehingga bermanfaat untuk
kepentingan manusia. Bidang yang terkait dengan Bioinformatika diantaranya adalah
Biophysics, Computational Biology, Medical Informatics, Cheminformatics, Genomics,
Mathematical Biology, Proteomics, Pharmacogenomics.
Meskipun merupakan kajian yang masih baru, Indonesia telah berperan aktif
dalam mengembangkan Bioinformatika ini. Ada sejumlah pakar yang telah mengikuti
perkembangan Bioinformatika ini, antara lain para peneliti dalam Lembaga Biologi
Molekul Eijkman.
REFERENSI
[UTAMA2003] Utama, Andi (2003), Peranan Bioinformatika dalam
Dunia Kedokteran, http://ikc.vlsm.org/populer/andi-bioinformatika.php
per 1 Januari 2004.
[WITARTO2003] Witarto, Arief B. (2003), BIOINFORMATIKA: Mengawinkan
Teknologi Informasi dengan Bioteknologi. Trendnya di Dunia dan Prospeknya di
Indonesia
_____________ (2003) Modul Pelatihan Bioteknologi, Unit Penelitian Bioteknologi
Perkebunan, Konsorsium Bioteknologi Indonesia, Wageningen University and
Research Center, dan Stoas-Belanda.
[BIOINFORMATICS2004] BioInformatics.org: The Open-Access Institute,
http://bioinformatics.org per 20 Januari 2004
[KOMPAS2004] Kompas Cyber Media, http://www.kompas.com per 15 Januari 2004
[BIOTEK2004] Situs Biotek-Indonesia, http://www.biotek-indonesia.net per 20 Januari
2004
[TEKAIA2004] Situs Institut Pasteur, http://www.pasteur.fr/externe per 20 Januari 2004
[ZAKARIA2004] Medical Informatics FAQ, http://www.faqs.org/faqs/medicalinformatics-
faq/ per 20 Januari 2004
[KASMAN2004] Situs Alex Kasman di College of Charleston,
http://math.cofc.edu/faculty/kasman/ per 20 Januari 2004
[DUNN2004] Majalah Proteonomics,
http://www.wiley.co.uk/wileychi/genomics/proteomics.html per 20 Januari 2004